Xiaomi dan OnePlus adalah dua merek smartphone yang sukses di pasaran negaranya sendiri dan pasar global. Kedua perusahaan menerapkan strategi berbeda dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas. Mungkin pembeli bertanya, bagaimana kualitas smartphone Xiaomi. Atau kualitas dari merek OnePlus.
Kedua merek smartphone tersebut awalnya perusahaan kecil dari Tiongkok, sekarang bersaing dengan merek Samsung dan Apple. Ketika Apple dan Samsung menghabiskan miliaran dollar untuk iklan pemasaran, strategi
Xiaomi dan OnePlus mengunakan cara lain. Mereka tidak jor joran membuang uang untuk iklan yang aneh aneh, tapi membiarkan pengunanya bercerita sendiri tentang produk mereka.
Penulis dari WSJ menulis bagaimana Xiaomi menjadi vendor smartphone terkemuka kuartal ini di Tiongkok dengan pasar 14%. Samsung hanya 12% merajai pasar Tiongkok.
OnePlus adalah merek internasional dari perusahaan induknya yang menangani adalah Oppo. Produk Oppo lebih mahal tapi berjajar langsung dengan Apple dan Samsung.
Bagaimana strategi kedua perusahaan mampu merebut hati pembeli.Mereka membuat produk yang menarik bagi pencinta teknologi. Untuk sukses, produk smartphone harus memiliki produk berkualitas.
- Xiaomi membangun reputasi seperti Apple, walau Xiaomi sebenarnya dibuat secara custom.
- OnePlus adalah smartphone mahal dengan disain smartphone sangat menarik di bidang teknologi.
Kedua perusahaan membuat ponsel untuk orang yang menyukai kinerja ponsel
mereka. Mereka belajar dari pengalaman dan pengunaan hardware lebih
baik.
Menjual langsung adalah strategi yang digunakan kedua perusahaan. Tanpa perantara tapi dijual langsung via online dan di toko konvensional merek sendiri. Selain lebih murah, teknik ini membuat harga smartphonea merek lebih hemat biaya, lebih cepat terjual dan dapat terlihat langsung tersedianya stok di toko online mereka.
Sebuah smartphone dengan teknologi yang sama dijual oleh Xiaomi dan OnePlus seharga $300, dibanding merek lain masih $600. Bila pembeli mengerti spesifikasi produk yang ditawarkan, tentu saja melirik harga smartphone yang separuh saja.
Unit terbatas membuat stok, menjadi strategi dari Apple dalam memasarkan iPhone. Biar terlihat produknya sudah laku dan terjual habis dipasar, mungkin seperti itu. Semakin sulit didapat, maka konsumen lebih tertarik dan menimbulkan keinginan untuk membeli. Strategi Xiaomi mengeluarkan ponsel dalam hitungan detik dan habis terjual di toko online mereka. Demikan stok OnePlus dibuat kosong dan sulit di dapat, karena produksinya tidak terlalu banyak.
Efeknya menimbulkan emosi bagi pembeli agar merasa memiliki ponsel dari merek mereka merupakan keistimewaan bagi pemiliknya. Minimal memberikan sugesti bila smartphone merek mereka miliki sangat disukai oleh pembeli.
Bagi produsen, tidak perlu menciptakan stok. Masuk barang ke gudang, dipajang, dan langsung terjual habis. Tidak perlu biaya gudang besar untuk menyimpan persediaan, karena pasokan ponsel langsung datang dari pabrik, disebar ke beberapa negara secara merata dan masuk ke gudang retail atau stok di toko online. Berbeda dengan pemasaran luar Tiongkok, biasanya mengumumkan kapan produk mereka ada di sebuah negara. Sehingga semua stok smartphone harus dikirim ke satu lokasi.
Strategi menjual online seperti Flash. Mereka mengumumkan di media sosial, website dan media cetak setiap mengeluarkan produk baru. Membuat audiens mereka menunggu apa yang dikatakan oleh produsen. Berbeda dengan strategi konvensional, melakukan kampanye, persiapan iklan jauh hari sebelum produk di umumkan. Bahkan sudah dibuat gosip dalam beberapa bulan sebelumnya. Biaya pemasaran tentu mengambil harga smartphone semakin mahal.
OnePlus melakukan strategi sedikit berbeda, mengunakan undangan di media sosial mereka. Khususnya mengundang kalangan media dari jurnalis, blogger sampai video di Youtube dengan melepas kabar produk mereka memang panas. Hasilnya dengan pesan berantai di media sosial, media internet dijadikan ajang sebagai promosi alias iklan gratis bagi perusahaan.
Tujuannya untuk memaksimalkan pasar yang ada. Seperti produk Hype dan menciptakan permintaan produk yang besar. Tapi menawarkan produk murah, tanpa biaya marketing, tanpa penjual pihak ketiga.
Menjual smartphone dengan harga jual sama seperti biaya produksinya. Apakah kedua perusahaan mendapatkan untung karena smartphone Oneplus dan Xiaomi dijual murah. Murah bukan berarti murahan. Bila dihitung harga smartphone mereka sudah mendekati biaya produksinya sendiri.
Tapi lihat dari tren teknologi, semakin besar jumlah produksi semakin murah harga unit sebuah produk. Dan sisi lain dengan berjalannya waktu, harga komponen semakin murah aka turun harganya. Karena teknologi komponen di smartphone cepat berubah alias harganya cepat sekali turun. Misalnya sebuah ponsel Xiaomi Mi3 dijual $240, dalam 6 bulan biaya produksiya tinggal $157. Setiap bulan akan diluncurkan batch penjualan yang terbatas. Jadi menjual smartphone yang murah tetap memberikan keuntungan bagi produsen, walau secara bertahap. Setidaknya bukan sekarang, tapi nannti setelah 3 atau 6 bulan lagi. Dan pasar yang mereka raih sudah siap menerima produk yang mereka tawarkan.
Apakah marketing seperti ini kurang baik bagi konsumen atau lebih berguna. Bagi konsumen yang penting mendapatkan produk yang mereka inginkan. Produk yang baik sesuai harga, murah dan bagus. Dengan pemasaraan seperti gaya ini dapat menguntungkan pembeli, setidaknya produsen tidak perlu menanggung biaya yang tidak perlu untuk marketing dan konsumen tidak menanggung biaya marketing dari produsen.
Bagaimana sukses Xiaomi di pasar India. Tidak perlu marketing, walau
masuk sebagai pemain baru. Rahasia sukses menjual smartphone Xiaomi
adalah harga. Bulan April baru meluncurkan Mi 4, apakah akan sesukses Mi3 sebelumnya.
Xiaomi dikabarkan sudah memesan panel smartphone ke Sharp. Tahun depan
diperkirakan produsen smartphone China akan mengeluarkan smartphone high
end dengan bodi tipis dan layar resolusi Full HD. Ukuran layar antara antara 5.46 sampai 5.98 inch, dan resolusi 2560x1440pixel.