Puluhan ribu tahun lalu, umat manusia tidak berdampak dengan planet dan lingkunganya.
Ketika dunia baru berisi jutaan penduduk, kerusakan yang diakibatkan sangat kecil.
Manusia modern hadir baru 300 ribu tahun lalu, tapi urusan sampah berbahaya dimulai pada abad ke 19.
Dengan pertumbuhan penduduk, teknologi dan kebutuhan listrik dan penduduk semakin bertambah
Teknologi telah berkembang, tetapi manusia sekarang telah merusak biosfer sendiri dengan kemudahan yang dinikmati sebelumnya.
Sampah plastik sudah kita ketahui. Melihat tempat sampah di rumah, di tempat publik, pasti ada plastik.
Di beberapa negara telah memilah sampah, dengan penempatan tempat sampah berdasarkan jenis.
Beberapa negara maju di Asia, Amerika melakukan daur ulang sampah elektronik.
Walau biaya tidak ekonomis, setidaknya tidak membuat perusahaan daur ulang sampah elektronik terlalu menguntungkan.
Karena sebagian besar biaya daur ulang terbesar malah dari energi yang dipakai.
Semua upaya belum sepenuhnya dilakukan, tapi sedikitnya manusia mulai mengurangi sampah.
Tapi yang lebih berbahaya adalah sampah lain untuk energi.
Kebutuhan energi nuklir untuk pembangkit listrik, menghasilkan sampah radioaktif berbahaya.
Walau perlahan beberapa negara mulai berinvestasi energi terbarukan dan menutup pembangkit nukli lama yang membuat pusing di setiap negara.
Pembangkit nuklir masih digunakan sampai saat ini, menjadi teknologi pembangkit listrik paling ekonomis. Setidaknya menunggu digantikan dengan reaktor teknologi baru yang lebih ramah lingkungan seperti pembangkit teknologi fusi nuklir.
Karena teknologi fusi nuklir menghasilkan listrik lebih besar di tempat yang lebih kecil.
Tidak menghasilkan pencemaran lingkungan selama bekerja, kinerja yang sama seperti memanaskan air menjadi uap untuk pengerak turbin.
Dibanding pembangkit listrik batubara akan menghasilkan asap pembangkit termal untuk mengerakan turbin.
Pembangkit air masih terbatas khususnya kendala dari lokasi terbatas dan biaya. Pembangkit air rata rata hanya digunakan sebagai pembangkit tambahan. Pembangunan PLTA atau pembangkit air membutuhkan waktu lama dan harus mengorbankan satu daerah untuk penampung air..
Sementara penduduk dunia sudah mencapai 7 miliar orang, dan terus tumbuh. Pengelolaan lingkungan menjadi sulit dan penting.
Limbah peradaban seperti sampah nuklir / radio aktif seperti sampai fisi nuklir. Memiliki satu solusi, dengan di tanam di perut bumi.
Tertutup rapat dalam tabung yang katanya aman sampai ratusan bahkan ribuan tahun kedepan.
Nantinya sampah radioaktif tersebut perlahan menjadi tidak berbahaya lagi atau turun tingkat radiasinya ke batas aman.
Tetapi tidak jelas sampai kapan, karena sampah nuklir juga terbagi bagi dalam tingkat radioaktif.
Bagian yang paling berdekatan seperti plutonium adalah bagian paling berbahaya, harus ditangani secara khusus, di segel, dan dibiarkan sampai usia ratusan ribu tahun ke depan.
Mengapa sampah tidak dibuang saja ke ruang angkasa ?
Tentu menjadi pertanyaan, jenis sampah apa yang harus dibuang.
Membuang sampah plastik ke ruang angkasa, tentu biaya terlalu mahal.
Lebih murah dengan mendaur ulang, atau mengurangi pengunaan plastik.
Upaya tersebut jauh lebih mudah dibanding membayar biaya mesin dan bahan bakar roket untuk pembuang sampah.
Ok, kalau pembangkit nuklir yang menghasilkan sampah radioaktif tidak dapat dihindari. Mungkin akan lebih mudah disingkirkan dari Bumi.
Dibuang saja ke ruang angkasa saja, dan masalah sudah selesai.
Jadi tidak repot membuat lubang yang dalam dan aman untuk memasukan drum limbah radioaktif.
Dibanding harus mencari tempat yang aman untuk disimpan ribuan tahun di perut bumi.
Biayanya tentu lebih ekonomis dengan melempar sampah radioaktif seperti sisa pembangkit nuklir ke luar angkasa saja yang masih kosong.
Masalah mengapa sampah berbahaya di Bumi tidak di lempar ke ruang angkasa.
Mengirim roket ke ruang angkasa, sebuah roket harus bergerak 7,9km perdetik ke atas.
Agar dapat mencapai orbit, dan memerlukan kecepatan 12,2km perdetik sampai lepas daya tarik gravitasi bumi.
Sedangkan bumi memiliki putaran 0,47km perdetik di garis khatulistiwa.
Setelah berada di orbit bumi, tinggal di arahkan kemana sampah akan dibuang.
Misal di arahkan ke matahari agar terbakar saja. Atau di lempar ke luar tata surya lain, entah kemana asalkan menjauh dari Bumi.
Atau mengirim ke arah bintang yang tidak terpakai, biarkan kontainer tersebut pergi ribuan tahun, jutaan tahun bahkan miliaran tahun.
Seandainya kita bisa membuang limbah radioaktif ke ruang angkasa, ada resiko yang harus dihadapi.
Bahaya membuang sampah ke ruang angkasa tidak sepenuhnya aman.
- Peluncuran mungkin gagal, roket meledak, merusak kontainer pengaman sampah radioaktif dan sampah jatuh ke bumi kembali. Apa yang terjadi, sisa partikel radioaktif jatuh menyebar akan sangat luas di wilayah bumi. Belum masalah sampah yang berceceran di udara tidak dapat dikendalikan kemana jatuhnya.
- Biaya sangat mahal menjadi pertimbangan perusahaan bahkan semua negara.
- Lebih mudah membuang ke ruang angkasa dan membiarkan sampah pergi begitu saja dibanding harus mengarahkan ke matahari ?. Siapa yang menanggung resikonya. Bila tidak sampai ke ruang angkasa yang bebas. Atau roket macet di tengah, dan berhenti lalu tong tong radioaktif suatu hari kembali turun ke bumi ?
Kasus reaktor Chernobyl yang meledak, sampai sekaranng sebuah kota harus dikosongkan.
Setelah puluhan tahun tahun, warga yang masuk ke area dekat reaktor harus keluar dalam waktu 10-12 jam.
Radiasi di permukaan atas mungkin tidak terlalu berbahaya, tapi dibawah tanah dapat bermasalah. Gedung pembangkit Chernobyl bahkan telah di tutup dengan besi.
Walau lokasi pembangkit tersebut hanya berada di wilayah dekat hutan.
Bocornya reaktor pembangkit nuklir di Jepang akibat gempa. Kota di sekitar reaktor harus di kosongkan karena memiliki tingkat radiasi yang lebih tinggi, bahkan terjadi pencemaran air.
Peluncuran roket kadang beresiko.
Dari 1000 peluncuran hanya 97% yang sukses, 2-3% kegagalan mencapai orbit. Membuang sampah berbahaya akan berdampak menjadi bencana besar bila roket meledak atau tidak mencapai orbit.
Bila sampah jatuh di lautan, tanah penduduk, bahkan kota.
Tentu tidak ada yang berharap sampah radioaktif jatuh dan terkontaminasi di negaranya, tanah dan air mereka.
Karena semua kotoran akan mencemari, bila jatuh menyebar maka penduduk di sekitar harus pergi dari lokasi jatuhnya sampah nuklir.
Bila sampah radio aktif jatuh dari wilayan udara sebuah, bisa saja sebagian wilayah negara yang perlu dikosongkan.
Biaya. Satu roket Soyus mampu membawa beban 7 ton, tapi lihat berapa banyak sampah yang harus dikirim.
Amerika tercatat memiliki 60 ribu ton limbah radiasi tingkat tinggi.
Sedangkan biaya peluncuran roket sekali berangkat 100 juta dollar.
Dari banyaknya peluncuran roket yang mengirim sampah, seandainya gagal terbang 1%. Artinya ada 34 roket yang membawa limbah menjatuhkan kembali muatannya ke Bumi. Bisa dibayangkan semua benda yang jatuh tersebut mencemari lingkungan. Itu baru sampah dari satu negara, negara lainnya ?.
Jadi pilihannya sederhana, lebih baik membuat bunker sampah nuklir dibanding mengirim ke ruang angkasa. Setidaknya satu lokasi dikorbankan agar tidak terjadi pencemaran di tempat lain.
Diatas sudah banyak sampah
Sampah ruang angkasa atau disebut Space Junk atau sampah antariksa tidak hanya satelit yang sudah tidak terpakai.
Beberapa komponen dari roket yang terbuang dan tidak turun kembali ke bumi juga ada diatas selama puluhan tahun.
Bahkan masih beresiko menabrak bagian satelit yang sudah bekerja
Tidak hanya sampah roket dan satelit.
Urusan barang barang manusia yang hilang masih melayang di ruang angkasa. Ada beberapa sampah di ruang angkasa yang lucu.
Astronot yang datang di Bulan meninggalkan sekitar 96 barang, dari kotoran modul antariksa.
Bola Golf. Dalam misi Apollo 14 tahun 1971 komandan Alan Shepard menjadi orang yang bermain golf di bulan. Dari 3 bola satu berhasil dipukul.
Foto keluarga. Charlie Duke sebagai pilot modul termuda di misi Apollo 16. Dia meninggalkan foto keluarganya di bulan. Diperkirakan fotonya masih ada disana.
Guci kramasi aktor Kanada yang memerankan film Star Trek. Tahun 2005 gucinya dikirim dengan roket Falcon 9. Termasuk 308 guci lain yang ikut diterbangkan.
Sisa satelit yang usang ditempatkan dengan orbit khusus. Ketika satelit mencapai orbit relatif rendah, bahan bakar terakhir digunakan untuk memperlambat jatuhnya satelit dan memindahkan satelit ke orbit aman yang lebih jauh dari keberadaan satelit aktif.
Sehingga satelit dapat turun perlahan dan terbakar di atmofer bumi. Dan diharapkan jatuh di area yang kosong seperti di laut Samudra Pasifik atau lepas pantai Selandia Itu satu masalah yang diselesaikanuntuk satelit, yaitu dimana tempat satelit jatuh dan berakhir.
Orbit satelit besar yang tidak digunakan lagi berada di ketinggian 320km dari permukaan bumi. Area tersebut dinamai orbit sampah antariksa.
Pembangkit nuklir mulai di kurangiPada tahun 2020, setidaknya beberapa negara mulai menonaktifkan pembangkit nuklir.
Walau pembangkit nuklir masih belum terganti sepenuhnya, penelitian lain mengunakan pembangkit fusi nuklir.
Fusi nuklir adalah teknologi harapan.
Tentu teknologinya berbeda, karena fusi nuklir tidak memiliki tingkat radiasi berbahaya, dengan kinerja sangat efisien.
Reaktor fisi nuklir untuk pembangkit nuklir dengan tingkat radiasi tinggi hanya menghasilkan panas maksimum 750 derajat Celcius.
Dan usia pakai pembangkit reaktor fisi nuklir maksimum 60 tahun saja.
Sementara panas yang dihasilkan tidak mencapaai suhu berbahaya agar tidak merusak reaktor, diperlukan pompa pendingin untuk menjaga suhu sampai batas aman.
Teknologi reaktor fusi nuklir jauh berbeda, memberikan kekuatan panas jutaan derajat di dalam reaktor untuk sumber energi.
Kendala dari panas dari plasma reaktor fusi yang disebut Tokamak harus dipertahankan tetap berada di dalam.
Masih membutuhkan waktu sampai reaktor fusi nuklir dapat bekerja sebagai pembangkit energi listrik yang aman.
Sementara rancangan reaktor Tokamak masih tahap penelitian untuk rancangan pembangkit
fusi nuklir masa depan.