Melihat adengan gambar, tempat shooting atau lokasi pengambilan gambar drama dan film Korea.
Kita bertanya, dimana lokasi film dibuat.
Apakah lokasi shooting ada di sebuah studio khusus, atau memang ada daerah yang memiliki latar belakang seperti bangunan tua.
Sebagian di lokasi studio khusus untuk drama histori, tapi lingkungan kota masih ada tempat dan diambil di kampung Bukchon.
Kehebatan kampung Bukchon, masih mempertahankan bangunan lama, dan terawat.
Banyak film dibuat di lokasi Bukchon, letaknya tidak jauh dari pusat kota Seoul.
Sekarang menjadi masalah, sejak 2018 penduduk memprotes sampai tahun 2024.
Bukan adegan film yang mendukung kampung dengan gaya jaman Joseon, tapi terlalu banyak orang datang.
Juli 2024 Bukchon kelebihan kedatangan turis yang kebetulan datang ke kota Seoul.
Kampung Bukchon adalah tempat dimana banyak bangunan tua dengan arsitek kuno Korea yang terawat baik.
Jalan dengan gang sempit yang masih di pertahankan pemerintah kota dan sebagian besar hunian di rawat penduduk.
Kampung Bukchon memiliki rumah tradisional Korea Hanok.
Disinilah salah satu tempat paling populer turis ketika datang ke Seoul. Menarik ribuan pengunjung setiap hari.
Masalah muncul, ketika turis yang datang lebih banyak dari penduduk di desa tersebut.
Namanya saja desa atau kampung Bukchon, lokasinya berdekatan dengan kota Seoul.
Warga mengeluhkan kebisingan, sampah, dan masalah privasi di kawasan ini selama bertahun-tahun.
Kampung Bukchon memang dekat dengan landmark kota atau budaya bersejarah lain.
Seperti kuil leluhur kerajaan Jongmyo dan istana Gyeongbokgung dan Changdeokgung.
Tahun 2024, bila ada yang mampir ke Seoul. Mungkin membutuhkan waktu lebih lama.
Kawasan ini ditetapkan sebagai “kawasan pengelolaan khusus” pertama
di negara tersebut berdasarkan Undang-Undang Promosi Pariwisata Korea
Selatan.
Karena turis yang datang kesana dibatasi mulai Oktober 2024.
Upaya tersebut untuk mengendalikan kerumunan turis yang lalu lalang di jalan kampung Bukchon.
Aturan yang diberlakukan bagi non penduduk Bukchon, turis harus keluar dari area Bukcheon sebelum jam 5 sore sampai datang setelah jam 10 pagi.
Bus yang membawa wisatawan dibatasi di beberapa ruas.
Tujuannya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, dan memusatkan aktivitas turis berjalan kaki kata pejabat setempat.
Denda dikenakan bila ada pengelola / turis yang melanggar, juga diberlakukan 3 zona untuk memantau kerumuman turis.
Terbagi dengan zona hijau adalah area bebas, kuning yang terbatas hanya untuk dilintasi, dan merah alias tidak boleh berkunjung atau sangat terbatas.
Pengumuman bagi turis telah yang dipasang dengan 4 bahasa sebenarnya sudah ada sejak 2018.
Apa cerita desa Bukchon ini.
Daerah ini dulunya merupakan tempat tinggal bagi pejabat tinggi dan bangsawan era raja Joseon, yang memerintah Korea tahun 1300an hingga tahun 1910.
Saat ini, daerah ini menjadi rumah 6.000 penduduk serta tempat usaha seperti penginapan, toko kerajinan, restoran dan kafe. Juga beberapa spot foto yang menarik.
Di tahun 2018, penduduk mengeluhkan dan sempat memasang spanduk dengan tulisan Warga tercekik asap bus turis. Tahun 2024 sepertinya pemerintah kota Seoul akan membuat aturan lebih ketat bagi turis.
Namun, beberapa orang yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut menganggap kebijakan baru tersebut hanyalah “omong kosong.”
Pemilik kafe Lee Youn-hee mengatakan kepada media CNN, wisatawan biasanya pergi setelah matahari terbenam, karena mereka kebanyakan berada di sana untuk mengambil foto dengan kondisi lebih terang.
Di musim dingin, pengunjung sudah pergi pada jam 5 sore. dan selama musim panas mungkin pada jam 6 sore. karena hari lebih panjang,” kata Lee.
Aturan tersebut tidak akan membuat perbedaan besar katanya, tentu saja karena batas waktu berkunjung nanti adalah jam 5 sore.
Begitulah aturan abu abu dimana aturan tidak melihat kondisi warga Bukchon sebenarnya, membuat peraturan tapi tidak berguna.
Di satu sisi kota membutuhkan turis untuk pendapatan masyarakat, di sisi berbeda ketika terlalu banyak dapat menganggu penduduk kota sendiri.
Seoul tidak sendirian setelah lepas dari Covid.
Banyak kota di dunia kesulitan menemukan keseimbangan antara pendapatan pariwisata yang dibutuhkan dan mempertahankan daya tariknya dengan kenyamanan penduduk di sekitar.
Juli 2024, sekitar 2800 warga Barcelona membawa pistol air, dan menyemprotkan air kepada turis yang ditemui dan menyebut Go Home.
Protes tersebut akibat banyaknya turis, membuat harga sewa tempat tinggal di kota Barcelona tidak terjangkau bagi penduduk negara sendiri.
Masyarakat juga mengeluhkan terlalu banyak orang datang ke tempat mereka. Membuat kualitas hidup memburuk.
Pulau Balearic Spanyol, diperkirakan mendapat 14,4 juta turis di tahun 2023 - BBC
Pantai penuh sesak seperti tsunami turis. Harga sewa rumah naik dan terus naik.
Penyebab, beberapa pemilik menjual ke turis asing dapat berlibur kapan saja. Sewa rumah naik, banyak turis berani membayar lebih mahal untuk tinggal lebih lama.
Pembayaran mesin cashless di pulau tersebut terdengar tidak berhenti. Itu ekonomi yang baik, tapi tidak untuk penduduk asli, khususnya yang belum memiliki rumah.
April 2024, protes warga terjadi, dimana di kepulauan Canary memprotes turis terlalu banyak datang ke tempat mereka.
Mei 2024, protes terjadi di Palma de Mallorca, dan Juni 2024 protes dengan pariwisata yang berlebihan di Malaga.
Overtourisme telah lama menjadi masalah di Jepang, dan situasinya memburuk dengan cepat sejak negara tersebut dibuka kembali pascapandemi.
Lereng Gunung Fuji mengalami peningkatan kemacetan lalu lintas manusia, kaki bukit dipenuhi sampah, serta perilaku wisatawan yang buruk.
Wisatawan yang tidak terkendali menjadi masalah besar di Kyoto, salah satu kota wisata paling populer di Jepang, yang terkenal dengan distrik geisha Gion yang ikonik.
Laporan tentang “geisha paparazzi” memicu kemarahan publik dan mendorong pejabat kota mengambil tindakan.
Restoran di beberapa tempat memberi 2 harga menu berbeda, antara pengujung lokal dan turis sekitar 1.000 yen atau lebih
Alasannya, mereka menambah staf yang dapat berbahasa Inggris atau biaya pelatihan karyawan mereka.
Pelanggan perlu diberikan pengetahuan dalam bahasa berbeda, misal cara memanggang, menyantap makanan dan semua dalam bahasa Inggris.
Sedangkan 80% pelanggan lokal dapat membayar lebih murah.
Himeji memiliki kastil bersejarah, rencana akan dikenakan 2 tiket berbeda. $5 penduduk lokal, $30 untuk turis.
Di Seoul, sekitar 6,6 juta wisatawan domestik dan luar negeri diperkirakan telah mengunjungi Bukchon 2023, menurut data pemerintah.
Bayangkan 6,6 juta orang datang kesana, bisa dihitung berapa puluh ribu orang setiap hari lalu lalang di gang sempit.
Kampung Bukchon Hanok Village sering dijadikan lokasi pembuatan drama korea.
Film Sanggojae salah satu drama Korea populer tahun 2010. Mengambil lokasi di rumah 43 Bukchon-ro 11ga-gil, Jongno-gu, Seoul, South Korea
Twelve Nights (2018), She Was Pretty (2015), I Need Romance 2 (2012), Queen In-Hyun’s Man (2012), Lovers in Paris (2004) mengambil lokasi Bukchon Hanok Village yang paralel ke Sanggojae
Goblin (2016-17), Coffee Prince (2007) di lokasi 127 Gyedong-gil, Jongno-gu, Seoul
Pandora Shop dan True Beauty, 122-1 Gyedong-gil, Jongno-gu, Seoul, South Korea
My First First Love, 73-1 Gyedong-gil, Gye-dong, Jongno-gu, Seoul, South Korea dan masih banyak lagi
Membayangkan pemerintah kota Seoul mampu mempertahankan kampung kecil di dekat pusat kota.
Sepertinya Indonesia seharusnya dapat belajar, bayangkan rumah tua dengan gang sempit dapat menarik wisatawan begitu banyak.
Sayangnya, Indonesia lebih memamerkan keindahan alam.
Tidak banyak upaya dalam melestarikan bangunan, dan tempat yang seharusnya menjadi nilai budaya, termasuk menarik turis.
Hanya bagian kecil yang dipertahankan sebagai "landmark", tapi bukan tempat area yang luas seperti kampung Bukchon.
Sebuah tempat akan di pertahankan, tapi disisinya atau area disekitarnya tidak. Bahkan tidak mendapat fasilitas atau membantu bagi warga.
Setidaknya warga disekitar hanya mendapatkan nilai tambah, seperti membuka cafe, tempat makan, tempat istirahat, penginapan atau sebagai pemandu lokal secara mandiri.
Ini menjadi kelemahan pemikiran negara kita, hanya menepuk satu sisi sebagai tempat berkumpul dan fokus melestarikan satu spot landmark, tapi tidak melihat sisi yang paling berpotensi, khususnya manfaat bagi warga disekitar.
Akhirnya warga dan pendatang malah berbondong bondong berkumpul di sekitar landmark dan sebagian untuk mencari penghasilan.
Merubah bangunan baru, karena kebutuhan, dan keaslian semuanya lenyap.
Dampaknya, berakhir dengan lingkungan landmark saja menjadi spot turis, yang lain.. kita tahu sendiri... mengabaikan. Sementara potensi di kota Korea malah mampu merawat gang sempit serta dikunjungi ribuan wisatawan.
Namanya lokasi yang mirip adalah Jongno-gu, dan berada di satu area yang berdekatan dengan pusat kota
Dimana lokasi Bukchon Hanok, ada dibawah ini.
-
Google MapsRestorasi
Di era 1970an, tempat Bukchon tidak terawat dan hancur untuk memenuhi kehidupan baru di era kota modern.
Pemerintah melihat kenangan akan hilang khususnya indentitas kota Seoul.
Pemilik rumah mendapat potongan pajak 50%
Sempat terjadi perubahan lanskap dimana warga membangun rumah multi fungsi, itu menghancurkan bangunan tradisional di Bukchon.
Perbaikan Bukchon diajukan sebagai proposal tahun 1999.
Kerjasama warga, komunitas dan pemerintah, memasukan pemerintah mendukung pemilik rumah untuk perbaikan dan renovasi, juga potongan pajak.
Pemilik rumah Hanok mendapat dukungan pemerintah untuk tetap mempertahankan rumah Hanok mereka.
Termasuk meningkatkan daya saing dan daya tarik, melalui kerjasama swasta dan pemerintah.
Pemerintah memperbaiki gang kecil, menyediakan tempat parkir, dan fasislitas komunitas untuk kenyamanan warga.
Tahun 2005, 358 dari 947 rumah Hanok telah terdaftar.
224 rumah mendapat subsidi dari pemerintah untuk perawatan, sedangkan 116 rumah Hanok diberikan pinjaman.
Di beberapa tempat sebelumnya, instalasi listrik kabel yang membentang menganggu pemandangan.
Konstruksi merubah sistem jaringan dan instalasi sebagian besar harus berada di bawah tanah. Sekarang di desa Bukchon tidak banyak lagi terlihat kabel diatas atap.
Tahun 2001 - 2004, pemerintah kota mengambil 10 rumah Hanok karena resiko akan dibongkar. Salah satu digunakan untuk pusat budaya Bukchon, menyediakan praktek ke pada turis.
Butuh waktu 4 tahun untuk renovasi dan revitalisasi terakhir di desa kecil ini.
Cita cita Seoul tercapai, tahun 2009 memenangkan penghargaan dari UNESCO.
Sekarang dampak sudah terlihat, dimana pengambilan film membuat daya tarik bagi turis sekarang.
Warga di sekitar dan warga luar semakin terlibat membantu desa kecil. Menunjukan proses rancangan kota dimana masyarakat memiliki inisiatif sendiri.
Beberapa komunitas menjaga desa
Pelindung Hanok, komunitas yang tertarik dengan budaya tradisional Korea. Khususnya bangunan dan melindungi desa, menjaga keindahakn kota, dan melestarikan serta menjaga aset budaya.
Areumjigi, kelompk budaya lebih fokus mengusulkan dan menawarkan layanan untuk publik.
Pusat budaya Hanok, layanan dan informasi situs tentang arsitek Hanok.
Lokakarya Gahoe, tempat pameran lukisan yang khusus membawa budaya Korea.