Dengan populasi yang menyusut dan lebih dari 10 juta properti terbengkalai di tahun 2023.
Jaya Thursfield, seorang Australia yang pindah ke Jepang pada tahun 2017 bersama istrinya Chihiro.
Mendapatkan rumah tidak jauh dari Tokyo seharga 3 juta yen, atau sekitar $23.000 tahun 2019.
Sebelumnya Jaya Thursfield mencari rumah yang diinginkan di Jepang beberapa tahun lalu sebelumnya dan tertarik melihat rumah Akiya atau rumah terbengkalai.
Teman dan keluarga menyuruhnya untuk melupakannya.
Tempat itu tidak sebanding dengan masalahnya, kata mereka.
Lagi pula, itu berdiri di hutan gulma setinggi bahu setelah ditinggalkan tujuh tahun sebelumnya. Sebagian besar rumah Akiya berada di pinggiran kota.
Rumah di Jepang yang kosong tersebut dinami rumah Akiya kata
NYT.
Tapi Thursfield, 46, pengembang perangkat lunak Australia, tidak tergoyahkan.
Melihat taman yang ditumbuhi tanaman, dia bisa melihat itu sesuatu yang istimewa dari struktur bangunan.
Genteng hitam mengalir turun ke atap yang sedikit melengkung yang jauh lebih tinggi dari tanah daripada kebanyakan rumah.
Aula pintu masuk memiliki atap genteng runcingnya sendiri.
Rumah seluas 900 persegi itu lebih mirip kuil Budha daripada rumah desa, karena arsitek kuil pada tahun 1989.
Tahun 2017 ketika pindah ke Jepang, cita cita keluarga tersebut ingin memiliki sebuah rumah, dan dibangun sendiri.
Tapi harga tanah sangat mahal, anggaran tidak cukup. Akhirnya beralih ke rumah yang terlantar di area pinggiran, karena melihat jumlah rumah Akiya semakin meningkat.
Rumah kuno yang dibeli sebelumnya, ditinggalkan pemiliknya yang meninggal.
Semua kerabat menolak untuk mewarisi rumah lama mereka.
Bila anak menolak, rumah dapat diwarisi ke pihak kerabat. Bila semua menolak maka rumah diambil negara.
Harga rumah yang dibeli dari rumah terlantar tersebut hanya $25.000.
Tapi perlu di renovasi sesuai keinginan dan menghabiskan $150.000.
Uniknya, Thursfield sekarang 49 tahun menceritakan bahwa warga Jepang sendiri tidak menyukai rumah bekas.
Sedangkan orang asing atau mereka yang datang dan ingin tinggal di Jepang melihat rumah murah jumlahnya malah cukup banyak.
Jepang memiliki masalah dengan jumlah penduduk. Kasus yang sama dimulai di Korea dan China, dimana penduduk menyusut.
Banyak orang tua yang sudah tiada, rumah mereka akhirnya terlantar.
Pihak anak kadang sampai kerabat sebagai pewaris tidak mau mengambil, dan resmi diambil negara.
Berbeda dengan rumah tua di perkotaan, alasan keluarga tidak mau mewarisi karena pajak yang sangat mahal. Mereka lebih memilih memiliki satu rumah yang sudah ada dibanding mengambil satu rumah lain bekas keluarga.
Data pemerintah Jepang di tahun 2018, ada sekitar 8,5 juta Akiya (rumah terlantar) di pinggi kota di seluruh Jepang.
14 % dari jumlah rumah yang ada di Jepang, tapi perkiraan lain menyebut lebih dari itu.
Lembaga Nomura menyebut, sekitar 11 juta rumah Akiya, perkiraan kedepan akan mencapai 30% di tahun 2033.
Rumah yang dibeli Thursfields sekitar 45 menit dari pusat kota Tokyo.
Sebelum dibeli, pemerintah melelang rumah tersebut seharga $38.000, tapi tidak ada laku.
Thursfields mencoba keberuntungan, setelah pemeriksaan singkat bersama rekannya seorang arsitek. Dia tidak menemukan masalah besar walau rumah sudah tidak dihuni beberapa tahun.
Dan dia mendapatkan hanya $23.000.
Harga bangunan rumah tua umumnya turun dari waktu ke waktu sampai tidak memiliki nilai lagi. Seperti rumah dari budaya pasca perang dunia ke II.
Hanya tanahnya yang dinilai, pemilik baru biasanya menghancurkan rumah lama untuk dibangun yang baru. Walau biayanya akan jauh lebih mahal.
Yang lain ingin melestarikan bangunan tetap sama, Thursfields mengatakan terlalu indah untuk dihancurkan.
“Di daerah pedesaan, ada sejarah panjang tentang leluhur pemilik Akiya yang tinggal di rumah dan di tanah,” kata Kazunobu Tsutsui, seorang profesor geografi dan ekonomi pedesaan di Universitas Tottori yang juga membeli rumah Akiya yang telah direnovasi yang dibangun lebih dari satu abad yang lalu.
Walau Tsutsui sudah pindah ke kota, dia tidak akan melepas rumah lamanya dengan mudah.
Bagi pemerintah, rumah Akiya yang tidak dirawat dapat berbahaya bagi masyarakat.
Hujan salju lebat dapat merusak bangunan, sebagian subsidi diberikan untuk penghancuran rumah tua seperti rumah Akiya.
Harga rumah kosong Akiya tidak berdampak dengan harga rumah di kota.
Rumah Akiya semakin tidak dilihat sebagai ancaman bagi pasar pinggiran kota dan pedesaan, tetapi bagi kesehatan emosional negara, yang memicu perselisihan keluarga atas harta warisan. Pada gilirannya, telah menyebabkan industri konsultan Akiya seperti yang dijalani Takamitsu Wada, kepala eksekutif Akiya Katsuyo, bertindak sebagai konselor untuk kerabat yang bertengkar, dan sering mendesak pihak pemilik rumah untuk bertindak sebelum properti mereka hilang.
Kota di seluruh Jepang juga menyusun daftar rumah kosong untuk dijual atau disewa.
Layanan Bank Akiya, membuat situs layanan sewa dan jual rumah di Jepang. Tapi kurang perencanaan dan tampilan tidak menarik
Karena pihak yang membuat adalah pekerja kantoran kota, sebagian tidak memiliki pengalaman tentang perubahan.
Jadi bukan menawarkan solusi untuk kebutuhan pembeli modern.