Banyak astronom mengunakan panduan Goldilock, dimana sebuah planet memiliki suhu yang tepat untuk kehidupan dengan jarak ke bintang.
Suhu planet tidak terlalu dingin membuat cairan membeku, dan tidak panas mendidih menyebabkan cairan menguap.
Panduan mencari eksoplanet umumnya dilihat berdasarkan lokasi sebuah planet yang tepat dengan jejak atmofer terkait uap cairan diatas permukaan planet.
Tapi studi baru mengatakan ada hal lebih penting yang perlu di pertimbangkan.
Ukuran planet bukan hanya besar dan kecil, tapi planet harus mampu mempertahankan medan magnet, cairan, atmosfer yang ada
dan ditentukan dari bobot ukuran planet (massa).
Dalam rumus baru tersebut, diambil dari planet Mars dan Bulan.
Karena keduanya menjadi sangat kering, khususnya dengan Mars ukuran 1/3 Bumi ternyata tidak mendapatkan kehidupan sejak awal pembentukan planet.
Air sangat penting untuk kehidupan di Bumi demikian juga di planet lain. Dari banyak penelitian, para ilmuwan telah menemukan banyak bukti adanya jejak air dalam sejarah awal Mars.
Kenyataan saat ini, Mars tidak memiliki air cair di permukaannya, kemana air di planet Mars pergi.
Penelitian dari Universitas Washington di St. Louis September 2021, alasan mendasar mungkin ukuran planet Mars terlalu kecil untuk mempertahankan air yang berlimpah dalam jumlah besar di permukaan planet.
Dari studi penginderaan jarak jauh melalui data pesawat ruang angkasa dan analisis batuan yang diperkirakan berasal dari meteorit Mars
Dari data temuan tahun 1980-an menunjukkan bahwa Mars dulunya kaya air, bahkan dibandingkan lebih banyak dibanding Bumi.
Beberapa penelitian dilakukan, mengunakan pesawat ruang angkasa pengorbit Viking NASA yang dilakukan pada tahun tahun1975-1984.
Penjelah robot rover modern Curiosity dan Perseverance yang masih melakukan penelitian di Mars langsung berada di atas daratan.
Foto disana menunjukan bukti adanya jejak lembah sungai dan saluran banjir yang besar.
Terlepas dari bukti tersebut, sekarang tidak ada air cair yang tersisa di permukaan planet tersebut.
Membuat banyak pertanyaan dan penjelasan, termasuk bentuk planet Mars dari medan magnet yang melemah.
Kekuatan medan magnit yang kurang kuat menahan atmofer akhirnya tersapu oleh angin matahari yang menerpa planet dengan radiasi, lalu menghilangkan atmosfer planet yang dahulunya tebal.
Penjelasan tersebut berkaitan dengan sebuah penelitian yang diterbitkan minggu 20 September 2021 di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Menunjukkan alasan yang lebih mendasar mengapa nasib Mars berakhir tragis saat ini dan terlihat sangat berbeda dibanding "marmer biru" Bumi.
Nasib Mars sudah ditentukan sejak awal terbentuk kata
Kun Wang, asisten profesor ilmu bumi dan planet di Arts & Sciences di Washington University
Kemungkinan ada ambang batas persyaratan ukuran planet berbatu untuk mempertahankan air yang memungkinkan kelayakhunian dan lempeng tektonik, berdampak dari massa seukuran planet Mars.
Secara ilmiah dijelaskan berdasarkan jejak isotop.
Wang dan kolaboratornya menggunakan kestabilan isotop dari elemen kalium (K) untuk memperkirakan keberadaan, distribusi, dan kelimpahan elemen volatil di berbagai batuan planet.
Kalium adalah elemen yang cukup mudah menguap, tetapi para ilmuwan memutuskan menggunakannya sebagai semacam pelacak sebagai elemen dan senyawa yang lebih mudah menguap, seperti air.
Metode tersebut relatif baru dan berbeda dari teknik mempelajari planet sebelumnya.
Penelitian sebelumnya menggunakan rasio kalium-to-thorium (Th) yang dikumpulkan dari peralatan penginderaan jarak jauh dan analisis kimia untuk menentukan jumlah volatil yang pernah dimiliki Mars.
Volatil adalah kelompok dari unsur kimia dan senyawa dengan volatilitas rendah dan berhubungan dengan planet atau kerak bulan dan atmofer.
Misalnya unsur yang mudah menguap CO2, Amonia, Hidrogen, Metana dan Sulfur Dioksida tapi dapat ditemukan di batuan.
Dalam penelitian sebelumnya, penelitian juga menggunakan metode pelacak kalium untuk mempelajari pembentukan bulan.
Wang dan timnya mengukur komposisi isotop kalium dari 20 meteorit Mars yang dikonfirmasi sebelumnya, dan dipilih untuk mewakili komposisi silikat massal berasal dari planet merah.
Dengan menggunakan pendekatan tersebut, para peneliti menentukan bahwa Mars kehilangan lebih banyak elemen potasium dan volatil lainnya dibanding planet Bumi selama pembentukannya.
Tetapi mempertahankan lebih banyak volatil ini daripada bulan dan asteroid Vesta, dua benda yang jauh lebih kecil dan lebih kering daripada Bumi dan Mars.
Para peneliti menemukan korelasi antara ukuran massa dan komposisi isotop kalium.
Alasan kelimpahan yang ada jauh lebih rendah dari unsur-unsur volatil dan senyawanya di planet yang berbeda.
Ketika unsur dibandingkan dengan jejak meteorit primitif yang tidak berdiferensiasi telah menjadi pertanyaan lama, kata Katharina Lodders, profesor peneliti ilmu bumi dan planet di Universitas Washington.
Meneliti hubungan antara proses isotop K dengan gravitasi planet adalah penemuan baru dengan implikasi kuantitatif penting, dapat diketahui penyebab seperti kapan serta bagaimana planet-planet yang menerima dan kehilangan volatilnya secara berbeda.
Jejak meteorit Mars adalah satu-satunya sampel yang tersedia bagi kami untuk mempelajari susunan kimiawi Mars kata Wang.
Meteorit Mars memiliki usia bervariasi dari beberapa ratus juta hingga 4 miliar tahun, menjadikan data histori asal planet Mars telah terjadi perubahan.
Dengan mengukur isotop dari unsur-unsur yang cukup mudah menguap, seperti kalium, kita dapat menyimpulkan tingkat penipisan atmofer yang mudah menguap dari planet-planet massal dan perbandingan dengan berbagai anggota tata surya lain
Tidak dapat disangkal bahwa planet Mars dulu ada air yang cair dipermukaan, tetapi berapa banyak air yang pernah dimiliki Mars secara keseluruhan sulit diukur melalui penginderaan jauh dan studi penjelajah seperti rover,” kata Wang.
Ada banyak model di luar sana untuk menemukan kandungan air massal Mars.
Di beberapa jejak yang ada di Mars, bahkan diperkirakan lebih basah daripada Bumi.
Temuan tersebut akan berimplikasi pada pencarian kehidupan di planet lain selain Mars, catat para peneliti.
Artinya menjadi dasar bila astronom dapat menemukan sebuah planet yang disebut layak huni.
Satu faktor utama sebuah planet memang layak huni dengan kandungan air, atau planet tersebut mungkin akan mencapai tingkat seperti Mars yang berakhir gersang.
Bila planet terlalu dekat dengan matahari (atau, untuk exoplanet, terlalu dekat dengan bintangnya) dapat memengaruhi jumlah volatil yang dapat disimpan di planet.
Teknik pengukuran jarak planet ke bintang ini sering dimasukkan ke dalam indek "zona layak huni" di sekitar bintang.
Disebut Zona habitat dimana planet memiliki iklim seperti Bumi dan mampu mempertahankan cairan di permukaan.
Studi ini menekankan bahwa ada tingkat ukuran yang sangat terbatas dari sebuah planet untuk mencapai tingkat cukup air tetapi tidak terlalu banyak kesempatan sebuah planet mengembangkan lingkungan permukaan yang layak huni, kata Klaus Mezger dari Center for Space and Habitability di University of Bern, Swiss. -penulis studi.
Hasil ini dapat menjadi panduan para astronom dalam pencarian planet lain seperti planet ekstrasurya yang dapat dihuni di tata surya lain nantinya.
Wang sekarang berpikir bahwa, planet yang berada dalam zona layak huni, ukuran sebuah planet mungkin harus lebih ditekankan sebagai hal utama.
Dan menjadi pertimbangan apakah sebuah planet ekstrasurya dapat mendukung kehidupan dengan melihat massa planet.
Ukuran exoplanet adalah salah satu parameter yang paling mudah ditentukan,” kata Wang.
Berdasarkan ukuran dan massa, setidaknya para astronom sekarang tahu apakah sebuah planet ekstrasurya adalah kandidat yang tepat untuk kehidupan, karena faktor penentu tingkat pertama untuk retensi volatil dapat dijadikan satu ukuran utama.