Kota Beijing menghadapi masalah kemacetan, polusi yang terus memburuk. Mengapa, jawabannya sederhana dengan jumlah mobil pribadi yang terus meningkat. Upaya pengurangan jumlah kendaraan sudah dilakukan, satu lagi masalah muncul dengan Uber dan Didi dari layanan taksi online.
Dari
WSJ melaporkan pemerintah daerah di sekitar ibukota Beijing tidak senang dengan kepopuleran layanan taksi Uber dan Didi. Karena kedua layanan tersebut malah menambah jumlah kendaraan di sekitar kota. Jumlahnya 100 ribu kendaraan, tapi kendaraan taksi tersebut berlalu-lalan sampai 600 ribu sampai 700 ribu trip setiap hari. Hal tersebut memperburuk kemacetan di jalan raya.
China memiliki hubungan yang rumit dengan kendaraan. Jumlah penduduk kelas menengah semakin meningkat, dan menyebar. Banyak orang ingin membeli kendaraan, membuat pasar kendaraan di China sudah lebih besar dari Amerika. Tahun 2015, kendaraan terjual di China mencapai 21 mobil. Tahun ini diperkirakan naik 7,8% atau mencapai 22,76 juta kendaran baru.
Di Beijing sendiri memiliki 5,6 juta kendaraan di jalan. Kesehatan masyarakat menjadi terganggu, dan sekitar 4000 orang meninggal setiap hari.
China membangun infrastruktur yang baik untuk penduduk, tapi kalah cepat dengan tingkat urbanisasi. Sekarang layanan taksi online Uber dan Didi disalahkan, karena menambah jumlah kendaraan.
Berdasarakan data AutoNav Software. Di Beijing pada jam biasa, kendaraan dapat menempuh setengah jam. Ketika jam sibuk maka waktu tempuh naik 2x menjadi 1 jam.
Hasilnya tetap sama. Sebuah ibukota tidak bisa lepas dari kata kemacetan.
Yang sekarang ramai adalah kota Dhaka, menjadi kota terpadat dari
beberapa ukuran, dan nomor 20 terbesar dalam jumlah penduduk. Bila sudah
terjadi seperti ini, akan sangat sulit memecahkan masalah kemacetan
kota tersebut. 650 persimpangan jalan hanya 60 lampu lalulintas